Senin, 07 Juli 2014

PERUBAHAN BUNYI/FONEM

A.    Akibat Adanya Koartikulasi
Koartikulasi disebut juga artikulasi sertaan, atau artikulasi kedua adalah proses artikulasi lain yang menyertai terjadinya artikulasi utama (primer/ pertama). Koartikulasi ini terjadi karena sewaktu artikulasi primer untuk memproduksi bunyi pertama berlangsung, alat-alat ucap sudah mengambil ancang-ancang untuk membuat bunyi berikutnya. Akibatnya, bunyi pertama yang dihasilkan agak berubah mengikuti cirri-ciri bunyi kedua yang dihasilkan.
Untuk lebih jelasnya berikut ini merupakan peristiwa yang ditimbulkan akibat adanya koartikulasi:
1.      Labialisasi
Labialisasi adalah proses pelabialan atau pembulatan bentuk bibir ketika artikulasi primer berlangsung. Selain bunyi labial, bunyi lain juga dapat dilabialisasikan,. Misalnya, bunyi [t] atau fonem /t/ adalah bunyi apikoalveolar, tetapi pada kata <tujuan>, bunyi [t] itu akibat dari akan diucapkannya bunyi [u] yang merupakan vocal bundar, maka bunyi [t] disertai dengan proses pembulatan bibir, sehingga bunyi [t] terdengar sebagai bunyi [tw]. jadi, kata <tujuan> dilafalkan menjadi [twujuwan].
2.      Retrofleksi
Retrofleksi adalah proses penarikan ujung lidah melengkung kea rah palatum sewaktu artikulasi primer berlangsung, sehingga terdengar bunyi [r]. selain bunyi apical, bunyi lain dapat di retrofleksikan. Misalnya, bunyi [k] adalah bunyi dorsopalatal, tetapi bunyi [k] pada kata <kertas> dilafalkan sebagai bunyi [kr] karena bunyi [k] itu diretrofleksikan dulu. Jadi, kata <kertas> dilafalkan menjadi [kretas].
3.      Palatalisasi
Palatalisasi adalah proses pengangkatan daun lidah ke arah langit-langit keras (palatum) sewaktu articulator primer berlangsung. Selain bunyi palatal, bunyi lainnya dapat dipalatalisasikan. Misalnya, bunyi [p] pada kata <piara> dipalatalisasikan sehingga terdengar sebagai bunyi [py]. maka, kata <piara> dilafalkan menjadi [pyara].
4.      Velarisasi
Velarisasi ialah proses pengangkatan pangkal lidah (dorsum) kea rah langit-langit lunak(velum) ketika artikulasi primer berlangsung. Selain bunyi velar, bunyi lain dapat divelarisasikan. Misalnya, bunyi [m] pada kata <makhluk> divelarisasikan menjadi [mx]. oleh karena itu, kata <makhluk> dilafalkan menjadi [mxaxluk].
5.      Faringalisasi
Faringalisasi ialah proses penyempitan rongga faring ketika artikulasi sedang berlangsung dengan cara menaikkan laring, mengangkat uvular (ujung langit-langit lunak), serta dengan menarik belakang lidah (dorsum) kea rah dinding faring. Semua bunyi dapat difaringalisasikan.
6.      Glotalisasi
Glotalisasi ialah proses penyertaan bunyi hambat pada glottis sewaktu artikulasi primer berlangsung. Misalnya, bunyi [a] dan bunyi [o] pada kata <akan> dan <obat> dilafalkan menjadi [?akan] dan [o?bat]. begitu juga bunyi [a] pertama pada kata <taat> dan <saat> dilafalkan menjadi [ta?at] dan [sa?at}.
B.     Akibat Pengaruh Bunyi Lingkungan
Akibat pengaruh bunyi lingkungan (bunyi yang berada sebelum atau sesudah bunyi utama) akan terjadi dua peristiwa perubahan yang disebut asimilasi dan disimilasi.
1.      Asimilasi
Asimilasi ialah perubahan bunyi secara fonetis akibat pengaruh yang berada sebelum atau sesudahnya. Atau bisa diartikan juga proses perubahan bunyi yang mengakibatkannya mirip atau sama dengan bunyi lain di dekatnya. Kalau arah pengaruh itu ke depan disebut asimilasi progresif. Kalau arah pengaruh itu ke belakang disebut asimilasi regresif.
Asimilasi progresif umpamanya bunyi [t] adalah bunyi apkoalveolar atau apikodental; tetapi pada kata <stasiun> bunyi [t] laminoalveolar. Perubahan bunyi hambat apikoalveolar [t] menjadi bunyi hambat laminoalveolar adalah karena pengaruh secara progresif dari bunyi geseran laminopalatal [s].
Asimilasi regresif, umpamanya bunyi [p] adalah bunyi hambat bilabial; tetapi bunyi [p] pada silabel pertama kata <pantun> dilafalkan secara apikoalveolar. Perubahan bunyi hambat bilabial [p] menjadi bunyi hambat apikoalveolar adalah karena pengaruh nasal apikoalveolar [n].
Asimilasi, baik progresif maupun regresif lazim diartikan sebagai penyamaan dua buah bunyi yang berbeda menjadi dua buah bunyi yang sama. Dalam kasus kedua contoh di atas yang disamakan adalah tempat artikulasinya. Bunyi [t] yang sebenarnya vocal apikoalveolar diubah menjadi bunyi laminoalveolar disamakan dengan bunyi [s] yang laminopalatal.
2.      Disimilasi
Disimilasi merupakan proses kebalikan dari asimilasi. Kalau dalam asimilasi dua buah bunyi yang tidak sama diubah menjadi sama, bisa juga diartikan dengan perubahan yang terjadi bila dua bunyi yang sama berubah menjadi tidak sama. Maka. dalam kasus disimilasi dua buah bunyi yang sama diubah menjadi dua buah bunyi yang berbeda atau tidak sama. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada kata belajar, yang berasal dari pembentukan ber + ajar, yang seharusnya menjadi berajar. Namun, di sini bunyi [r] pertama didisimilasikan dengan bunyi [l], sehingga menjadi belajar. Contoh lain bunyi [r] dan [r] pada kata terantar diubah menjadi bunyi [l] dan [r] sehingga menjadi telantar.


C.    Akibat Distribusi
Distribusi adalah letak atau tempat suatu bunyi dalam satu satuan ujaran. Akibat distribusi ini akan terjadi perubahan bunyi yang disebut :
1.      Aspirasi, yaitu pengucapan suatu bunyi yang disertai dengan hembusan keluarnya udara dengan keras, sehingga terdengar bunyi [h]. misalnya, bunyi [p] dalam bahasa Inggris bila berposisi pada awal kata akan diucapkan dengan aspirasi, sehingga terdengar sebagai bunyi [ph].
<peace>     →        <pheis>
<peter>      →       <phitə>
Namun, bila konsonan [p] itu berada pada akhir kata atau sesudah bunyi laminoalveolar, maka aspirasi itu tidak ada, seperti contohnya:
<map>       →        <mεp>
Space         →        <speis>
Bunyi yang beraspirasi disebut bunyi aspirat.
2.      Pelepasan (release)
Pelepasan (release) adalah pengucapan bunyi hambat letup tanpa hambatan atau letupan, lalu dengan serentak bunyi berikutnya diucapkan. Jadi, hambatan atau letupan itu dilepaskan atau dibebaskan. Misalnya bunyi {p] adalah bunyi hambat letup bersuara; tetap I bunyi [p] pada kata <tatap muka> dilafalkan tanpa hambat letup. Begitu juga bunyi [t] yang sebenarnya berupa bunyi hambat letup, pada kata <tempat nenek> dilafalkan tanpa hambat letup.
3.      Pemaduan (Pengafrikatan)
Pemaduan atau pengafrikatan adalah penghilangan letupan pada bunyi hambat letup. Dalam hal ini, setelah hambat letup dilepaskan, lalu bunyi digeserkan secaa perlahan-lahan. Jadi, artikulasinya bukan hambat letup, melainkan menjadi hambat geser. Misalnya, bunyi [t] pada kata <hebat> dan <tempat> dilafalkan menjadi [hεbats] dan [tαmpats].


4.      Harmonisasi vokal
Harmonisasi vokal adalah proses penyamaan vokal pada silabel pertama terbuka dengan vokal pada silabel kedua yang tertutup. Misalnya, pada kata-kata <sate>, <onde-onde>, dan <rante> vokal [e] dilafalkan menjadi [e]; tetapi pada kata-kata <karet>, <coret>, <kontet> diucapkan sebagai bunyi [ε]. Namun, pada kata <bebek>, <ketek>, dan <seret> ‘tarik’ dilafalkan sebagai [bεbεk], [kεtεk], dan [sεrεt]. Jadi, meskipun pada silabel terbuka bunyi [e] itu dilafalkan sebagai [ε] juga. Hal ini terjadi karena pengaruh atau distribusi [e] yang terdapat pada silabel kedua yang tertutup. Peristiwa inilah yang disebut dengan istilah harmonisasi vocal.
5.      Netralisasi
Netralisasi ialah hilangnya kontras antara dua buah fonem yang berbeda. Misalnya, bunyi [b] pada kata <jawab> bisa dilafalkan sebagai bunyi [p] dan juga sebagai [b], sehingga kata <jawab> itu bisa dilafalkan sebagai [jawab] dan[jawap]. Hal seperti ini dalam kajian fonemik disebut arkifonem, yakni dua buah fonem yang kehilangan kontrasnya. Sebagai arkifonem kedua ffonem itu dilambangkan sebagai fonem /B/ (ditulis huruf kaapital). Kenapa fonem /B/ bukan /p/ ? karena apabila diberi proses afiksasi dengan sufiks {-an}, fonem /b/nya itu akan muncul kembali jadi {jawab} + {-an}→ [ ja.wa.ban].
D.    Akibat Proses Morfologi
Perubahan bunyi akibat adanya proses morfologi lazim disebut denga istilah morfofonemik atau morfofonologi. Dalam proses ini dapat terjadi peristiwa :
1.      Pemunculan Fonem
Pemunculan Fonem, ialah hadirnya sebuah fonem yang sebelumnya tidak ada akibat dari terjadinya proses morfologi. Misalnya, dalam prefiksasi me- atau pe- akan muncul bunyi asal yang homorgan dengan fonem pertama dari dasar yang diberi prefiks itu. Contoh:
{ me-} + {bina} → membina
{pe-} + {bina} → Pembina
Juga akan muncul bunyi pelancar [y] apabila sebuah kata yang berakhir dengan bunyi [i] diberi sufik{-an}; dan akan mucul bunyi pelancar [w] apabila sebuah kata yang berakhir dengan bunyi [u] diberi sufiks {-an}. Contoh:
{hari}        +          {-an}   →        {hariyan}
{satu}        +          {-an}   →        {satuwan}
{minggu}  +          {-an}   →        {mingguwan}
2.      Pelepasan Fonem
Pelepasan Fonem, ialah peristiwa hilangnya fonem akibat proses morfologis. Misalnya, hilangnya bunyi [r] yang ada pada prefiks {ber-} dalam proses prefikssasi pada kata <renang>; hilangnya bunyi [h] pada proses pengimbuhan dengan akhiran {wan} pada kata <sejarah>; dan hilangnya bunyi [k] pada proses pengimbuhan dengan akhiran {nda}. Simak contoh berikut!
{ber}               +          {renang}         →        [berenang]
{sejarah}         +          {wan}             →        [sejarawan]
{anak}             +          {nda}              →        [ananda]
Dalam perkembangan bahasa Indonesia terakhir ada juga proses pelepasan bunyi yang sama dalam proses komposisi. Seperti berikut
                        {pasar}            +          {raya}             →        [pasaraya]
{kereta}          +          {api}               →        [keretaapi]
{ko}                +          {operasi}         →        [koperasi]
3.      Peluluhan Fonem
Peluluhan Fonem, ialah proses luluhnya sebuah fonem,  lalu menyatu pada fonem berikutnya. Hal ini terjadi dalam prefiksasi {me] atau {pe} pada kata yang dimulai dengan konsonan tak bersuara, yaitu [s,k,p, dan t]. contoh:
{me}   +          {sikat} →        [m ñikat]       
{pe}    +          {sikat} →        [p ñikat]
{me}   +          {kirim}            →        [m Kirim}
{pe}    +          {kirim}            →        [p Kirim]
4.      Pergeseran Fonem
Pergeseran Fonem, ialah berubahnya posisi sebuah fonem dari satu silabel ke dalam silabel berikutnya. Umpamanya fonemm/t/, fonem /n/, dan fonem /m/ pada kata <lompat>, <makan>, dan <minum> akan pindah ke silabel berikutnya bila diberi sufiks {-an}. Contoh:
{lom.pat}        +          {-an}               [l
{ma.kan}         +          {an}    →        [ma.ka,nan]
{mi.num}        +          {an}    →        [mi.nu.man]
5.      Perubahan Fonem
Perubahan Fonem, ialah proses berubhnya sebuah fonem menjadi fonem yang lain karena menghindari adanya dua bunyi sama. Umpamnanya, dalam proses prefiksasi {ber} pada kata <ajar> dan prefiksasi {ter} pada kata <anjur>, bunyi [r] pada prefiks {ber} berubah menjadi bunyi [l]. contoh:
{ber}   +          {ajar}  →        [b lajar]
{ter}    +          {anjur}→        [tαlanjur]
E.     Akibat dari Perkembangan Sejarah
Perubahan bunyi akibat dari perkembangan sejarah ini tidak berkaitan dengan kajian fonologi, melainkan berkenaan dengan pemakaian sejumlah unsur leksikal di dalam masyarakat dan budaya. Perubahan yang berkenaan dengan perkembangan sejarah pemakaian bahasa ini, antara lain:
1.      Kontraksi (penyingkatan)
Kontraksi atau penyingkatan adalah proses menghilangkan sebuah bunyi atau lebih pada sebuah unsure leksikal. Dilihat dari bagian mana dari unsur leksikal itu yang dihilangkan dapat dibedakan atas :
-          Aferesis, yaitu proses penghilangan satu fonem atau lebih pada awal kata. Misalnya:
Tetapi              →        tapi
Pepermin         →        permen
Upawasa         →        puasa
Hembus           →        embus
Hutang                        →        utang
Satu                 →        atu
-          Apokop, yaitu proses penghilangan satu fonem atau lebih pada akhir kata. Misalnya:
Pelangit           →        pelangi
President         →        presiden
-          Sinkop, yaitu proses penghilangan sebuah fonem atau lebih pada tengah kata. Misalnya:
Baharu             →        baru
Sahaya             →        saya
Utpatti             →        upeti
2.      Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata. Dalam bahasa Indonesia kata-kata yang mengalami proses metatesis ini tidak banyak. Di antaranya yang ada adalah:
      Jalur                 →        lajur
      Royal               →        loyar
      Brantas            →        bantras
      Ulur                 →        urul
      Kelikir             →        kerikil
      Sapu                →        apus  usap
3.      Diftongisasi
Diftongisasi adalah proses perubahan vocal tunggal menjadi vokal rangkap secara berurutan. Perubahan vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan dalam satu kenyaringan. Jadi, masih dalam satu silabel. Misalnya:
      Anggota          →        anggauta,         bunyi   [o]        →        [au]
      Sentosa            →        sentausa,          bunyi   [o]        →        [au]
      Teladan           →        tauladan,         bunyi   [e]        →        [au]
      Topan              →        taupan,            bunyi   [o]        →        [au]
4.      Monoftongisasi
Monoftongisasi adalah proses perubahan dua buah vokal atau gugus vokal menjadi sebuah vokal. Proses ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia akibat dari ingin memudahkan ucapan. Misalnya:
      [ramay]                        diucapkan        [rame]
      [kalaw]                        diucapkan        [kalo]
      [satay]             diucapkan        [sate]
      [pulau]             diucapkan        [pulo]
5.      Anaftiksis
Anaftiksis adalah proses penambaha bunyi vokal di antara dua konsonan dalam sebuah kata; atau penambahan sebuah konsonan pada sebuah kata tertentu. Kita mengenal adanya tiga macam anaftiksis, yaitu:
-          Protesis adalah proses penambahana bunyi pada awal kata. Misalnya:
                  Mas     →        emas
                  Mpu     →        empu
                  Tik       →        ketik
                  Lang    →        elang
-          Epintesis adalah proses penambahan bunyi pada tengah kata. Misalnya:
                  Kapak  →        kampak
                  Sajak   →        sanjak
                  Upama →        umpama
                  Beteng →        benteng
-          Paragog adalah proses penambahan bunyi pada posisi akhir kata. Misalnya:
                  Hulubalang       →        hulubalang

                  Inang                →        inang

1 komentar: