PERUBAHAN BUNYI/FONEM
A.
Akibat Adanya Koartikulasi
Koartikulasi disebut juga artikulasi
sertaan, atau artikulasi kedua adalah proses artikulasi lain yang menyertai
terjadinya artikulasi utama (primer/ pertama). Koartikulasi ini terjadi karena
sewaktu artikulasi primer untuk memproduksi bunyi pertama berlangsung,
alat-alat ucap sudah mengambil ancang-ancang untuk membuat bunyi berikutnya.
Akibatnya, bunyi pertama yang dihasilkan agak berubah mengikuti cirri-ciri
bunyi kedua yang dihasilkan.
Untuk lebih jelasnya berikut ini
merupakan peristiwa yang ditimbulkan akibat adanya koartikulasi:
1.
Labialisasi
Labialisasi
adalah proses pelabialan atau pembulatan bentuk bibir ketika artikulasi primer
berlangsung. Selain bunyi labial, bunyi lain juga dapat dilabialisasikan,.
Misalnya, bunyi [t] atau fonem /t/ adalah bunyi apikoalveolar, tetapi pada kata
<tujuan>, bunyi [t] itu akibat dari akan diucapkannya bunyi [u] yang
merupakan vocal bundar, maka bunyi [t] disertai dengan proses pembulatan bibir,
sehingga bunyi [t] terdengar sebagai bunyi [tw]. jadi, kata
<tujuan> dilafalkan menjadi [twujuwan].
2.
Retrofleksi
Retrofleksi
adalah proses penarikan ujung lidah melengkung kea rah palatum sewaktu
artikulasi primer berlangsung, sehingga terdengar bunyi [r]. selain bunyi
apical, bunyi lain dapat di retrofleksikan. Misalnya, bunyi [k] adalah bunyi
dorsopalatal, tetapi bunyi [k] pada kata <kertas> dilafalkan sebagai
bunyi [kr] karena bunyi [k] itu diretrofleksikan dulu. Jadi, kata
<kertas> dilafalkan menjadi [kretas].
3.
Palatalisasi
Palatalisasi
adalah proses pengangkatan daun lidah ke arah langit-langit keras (palatum)
sewaktu articulator primer berlangsung. Selain bunyi palatal, bunyi lainnya
dapat dipalatalisasikan. Misalnya, bunyi [p] pada kata <piara>
dipalatalisasikan sehingga terdengar sebagai bunyi [py]. maka, kata
<piara> dilafalkan menjadi [pyara].
4.
Velarisasi
Velarisasi
ialah proses pengangkatan pangkal lidah (dorsum) kea rah langit-langit
lunak(velum) ketika artikulasi primer berlangsung. Selain bunyi velar, bunyi
lain dapat divelarisasikan. Misalnya, bunyi [m] pada kata <makhluk>
divelarisasikan menjadi [mx]. oleh karena itu, kata <makhluk>
dilafalkan menjadi [mxaxluk].
5.
Faringalisasi
Faringalisasi
ialah proses penyempitan rongga faring ketika artikulasi sedang berlangsung
dengan cara menaikkan laring, mengangkat uvular (ujung langit-langit lunak),
serta dengan menarik belakang lidah (dorsum) kea rah dinding faring. Semua
bunyi dapat difaringalisasikan.
6.
Glotalisasi
Glotalisasi
ialah proses penyertaan bunyi hambat pada glottis sewaktu artikulasi primer berlangsung.
Misalnya, bunyi [a] dan bunyi [o] pada kata <akan> dan <obat>
dilafalkan menjadi [?akan] dan [o?bat]. begitu juga bunyi [a] pertama pada kata
<taat> dan <saat> dilafalkan menjadi [ta?at] dan [sa?at}.
B.
Akibat Pengaruh Bunyi Lingkungan
Akibat pengaruh bunyi lingkungan
(bunyi yang berada sebelum atau sesudah bunyi utama) akan terjadi dua peristiwa
perubahan yang disebut asimilasi dan disimilasi.
1.
Asimilasi
Asimilasi ialah perubahan bunyi secara fonetis akibat pengaruh yang
berada sebelum atau sesudahnya. Atau bisa diartikan juga proses perubahan bunyi
yang mengakibatkannya mirip atau sama dengan bunyi lain di dekatnya. Kalau arah
pengaruh itu ke depan disebut asimilasi progresif. Kalau arah pengaruh itu ke
belakang disebut asimilasi regresif.
Asimilasi
progresif umpamanya bunyi [t] adalah bunyi apkoalveolar atau apikodental;
tetapi pada kata <stasiun> bunyi [t] laminoalveolar. Perubahan bunyi
hambat apikoalveolar [t] menjadi bunyi hambat laminoalveolar adalah karena
pengaruh secara progresif dari bunyi geseran laminopalatal [s].
Asimilasi
regresif, umpamanya bunyi [p] adalah bunyi hambat bilabial; tetapi bunyi [p]
pada silabel pertama kata <pantun> dilafalkan secara apikoalveolar.
Perubahan bunyi hambat bilabial [p] menjadi bunyi hambat apikoalveolar adalah
karena pengaruh nasal apikoalveolar [n].
Asimilasi,
baik progresif maupun regresif lazim diartikan sebagai penyamaan dua buah bunyi
yang berbeda menjadi dua buah bunyi yang sama. Dalam kasus kedua contoh di atas
yang disamakan adalah tempat artikulasinya. Bunyi [t] yang sebenarnya vocal
apikoalveolar diubah menjadi bunyi laminoalveolar disamakan dengan bunyi [s]
yang laminopalatal.
2.
Disimilasi
Disimilasi
merupakan proses kebalikan dari asimilasi. Kalau dalam asimilasi dua buah bunyi
yang tidak sama diubah menjadi sama, bisa juga diartikan dengan perubahan yang
terjadi bila dua bunyi yang sama berubah menjadi tidak sama. Maka. dalam kasus
disimilasi dua buah bunyi yang sama diubah menjadi dua buah bunyi yang berbeda
atau tidak sama. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada kata belajar, yang
berasal dari pembentukan ber + ajar, yang seharusnya menjadi berajar. Namun, di sini bunyi [r]
pertama didisimilasikan dengan bunyi [l], sehingga menjadi belajar. Contoh lain bunyi [r] dan [r] pada kata terantar diubah menjadi bunyi [l] dan
[r] sehingga menjadi telantar.
C.
Akibat Distribusi
Distribusi adalah letak atau tempat
suatu bunyi dalam satu satuan ujaran. Akibat distribusi ini akan terjadi
perubahan bunyi yang disebut :
1.
Aspirasi,
yaitu pengucapan suatu bunyi yang disertai dengan hembusan keluarnya udara
dengan keras, sehingga terdengar bunyi [h]. misalnya, bunyi [p] dalam bahasa
Inggris bila berposisi pada awal kata akan diucapkan dengan aspirasi, sehingga
terdengar sebagai bunyi [ph].
<peace> →
<pheis>
<peter> → <phitə>
Namun,
bila konsonan [p] itu berada pada akhir kata atau sesudah bunyi laminoalveolar,
maka aspirasi itu tidak ada, seperti contohnya:
<map> → <mεp>
Space → <speis>
Bunyi
yang beraspirasi disebut bunyi aspirat.
2.
Pelepasan
(release)
Pelepasan
(release) adalah pengucapan bunyi hambat letup tanpa hambatan atau letupan,
lalu dengan serentak bunyi berikutnya diucapkan. Jadi, hambatan atau letupan
itu dilepaskan atau dibebaskan. Misalnya bunyi {p] adalah bunyi hambat letup
bersuara; tetap I bunyi [p] pada kata <tatap muka> dilafalkan tanpa
hambat letup. Begitu juga bunyi [t] yang sebenarnya berupa bunyi hambat letup,
pada kata <tempat nenek> dilafalkan tanpa hambat letup.
3.
Pemaduan
(Pengafrikatan)
Pemaduan
atau pengafrikatan adalah penghilangan letupan pada bunyi hambat letup. Dalam
hal ini, setelah hambat letup dilepaskan, lalu bunyi digeserkan secaa
perlahan-lahan. Jadi, artikulasinya bukan hambat letup, melainkan menjadi
hambat geser. Misalnya, bunyi [t] pada kata <hebat> dan <tempat>
dilafalkan menjadi [hεbats] dan [tαmpats].
4.
Harmonisasi
vokal
Harmonisasi
vokal adalah proses penyamaan vokal pada silabel pertama terbuka dengan vokal
pada silabel kedua yang tertutup. Misalnya, pada kata-kata <sate>,
<onde-onde>, dan <rante> vokal [e] dilafalkan menjadi [e]; tetapi
pada kata-kata <karet>, <coret>, <kontet> diucapkan sebagai
bunyi [ε]. Namun, pada kata <bebek>, <ketek>, dan <seret>
‘tarik’ dilafalkan sebagai [bεbεk], [kεtεk], dan [sεrεt]. Jadi, meskipun pada
silabel terbuka bunyi [e] itu dilafalkan sebagai [ε] juga. Hal ini terjadi
karena pengaruh atau distribusi [e] yang terdapat pada silabel kedua yang
tertutup. Peristiwa inilah yang disebut dengan istilah harmonisasi vocal.
5.
Netralisasi
Netralisasi
ialah hilangnya kontras antara dua buah fonem yang berbeda. Misalnya, bunyi [b]
pada kata <jawab> bisa dilafalkan sebagai bunyi [p] dan juga sebagai [b],
sehingga kata <jawab> itu bisa dilafalkan sebagai [jawab] dan[jawap]. Hal
seperti ini dalam kajian fonemik disebut arkifonem, yakni dua buah fonem yang
kehilangan kontrasnya. Sebagai arkifonem kedua ffonem itu dilambangkan sebagai
fonem /B/ (ditulis huruf kaapital). Kenapa fonem /B/ bukan /p/ ? karena apabila
diberi proses afiksasi dengan sufiks {-an}, fonem /b/nya itu akan muncul
kembali jadi {jawab} + {-an}→ [ ja.wa.ban].
D.
Akibat Proses Morfologi
Perubahan bunyi akibat adanya proses
morfologi lazim disebut denga istilah morfofonemik atau morfofonologi. Dalam
proses ini dapat terjadi peristiwa :
1.
Pemunculan
Fonem
Pemunculan
Fonem, ialah hadirnya sebuah fonem yang sebelumnya tidak ada akibat dari
terjadinya proses morfologi. Misalnya, dalam prefiksasi me- atau pe- akan
muncul bunyi asal yang homorgan dengan fonem pertama dari dasar yang diberi
prefiks itu. Contoh:
{
me-} + {bina} → membina
{pe-}
+ {bina} → Pembina
Juga
akan muncul bunyi pelancar [y] apabila sebuah kata yang berakhir dengan bunyi
[i] diberi sufik{-an}; dan akan mucul bunyi pelancar [w] apabila sebuah kata
yang berakhir dengan bunyi [u] diberi sufiks {-an}. Contoh:
{hari} + {-an} → {hariyan}
{satu} + {-an} → {satuwan}
{minggu} + {-an} → {mingguwan}
2.
Pelepasan
Fonem
Pelepasan
Fonem, ialah peristiwa hilangnya fonem akibat proses morfologis. Misalnya,
hilangnya bunyi [r] yang ada pada prefiks {ber-} dalam proses prefikssasi pada
kata <renang>; hilangnya bunyi [h] pada proses pengimbuhan dengan akhiran
{wan} pada kata <sejarah>; dan hilangnya bunyi [k] pada proses
pengimbuhan dengan akhiran {nda}. Simak contoh berikut!
{ber} + {renang} → [berenang]
{sejarah} + {wan} → [sejarawan]
{anak} + {nda} → [ananda]
Dalam perkembangan bahasa Indonesia terakhir ada juga proses
pelepasan bunyi yang sama dalam proses komposisi. Seperti berikut
{pasar} + {raya} → [pasaraya]
{kereta} + {api} → [keretaapi]
{ko} + {operasi} → [koperasi]
3.
Peluluhan
Fonem
Peluluhan
Fonem, ialah proses luluhnya sebuah fonem,
lalu menyatu pada fonem berikutnya. Hal ini terjadi dalam prefiksasi
{me] atau {pe} pada kata yang dimulai dengan konsonan tak bersuara, yaitu
[s,k,p, dan t]. contoh:
{me} + {sikat} → [m
ñikat]
{pe} + {sikat} → [p
ñikat]
{me} + {kirim} → [m
Kirim}
{pe} + {kirim} → [p
Kirim]
4.
Pergeseran
Fonem
Pergeseran
Fonem, ialah berubahnya posisi sebuah fonem dari satu silabel ke dalam silabel
berikutnya. Umpamanya fonemm/t/, fonem /n/, dan fonem /m/ pada kata
<lompat>, <makan>, dan <minum> akan pindah ke silabel
berikutnya bila diberi sufiks {-an}. Contoh:
{lom.pat} + {-an} [l
{ma.kan} + {an} → [ma.ka,nan]
{mi.num} + {an} → [mi.nu.man]
5.
Perubahan
Fonem
Perubahan
Fonem, ialah proses berubhnya sebuah fonem menjadi fonem yang lain karena
menghindari adanya dua bunyi sama. Umpamnanya, dalam proses prefiksasi {ber}
pada kata <ajar> dan prefiksasi {ter} pada kata <anjur>, bunyi [r]
pada prefiks {ber} berubah menjadi bunyi [l]. contoh:
{ber} + {ajar} → [b
lajar]
{ter} + {anjur}→ [tαlanjur]
E.
Akibat dari Perkembangan Sejarah
Perubahan bunyi akibat dari
perkembangan sejarah ini tidak berkaitan dengan kajian fonologi, melainkan
berkenaan dengan pemakaian sejumlah unsur leksikal di dalam masyarakat dan
budaya. Perubahan yang berkenaan dengan perkembangan sejarah pemakaian bahasa
ini, antara lain:
1.
Kontraksi
(penyingkatan)
Kontraksi
atau penyingkatan adalah proses menghilangkan sebuah bunyi atau lebih pada
sebuah unsure leksikal. Dilihat dari bagian mana dari unsur leksikal itu yang
dihilangkan dapat dibedakan atas :
-
Aferesis,
yaitu proses penghilangan satu fonem atau lebih pada awal kata. Misalnya:
Tetapi → tapi
Pepermin → permen
Upawasa → puasa
Hembus → embus
Hutang → utang
Satu → atu
-
Apokop,
yaitu proses penghilangan satu fonem atau lebih pada akhir kata. Misalnya:
Pelangit → pelangi
President → presiden
-
Sinkop,
yaitu proses penghilangan sebuah fonem atau lebih pada tengah kata. Misalnya:
Baharu → baru
Sahaya → saya
Utpatti → upeti
2.
Metatesis
Metatesis
adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata. Dalam bahasa Indonesia
kata-kata yang mengalami proses metatesis ini tidak banyak. Di antaranya yang
ada adalah:
Jalur → lajur
Royal → loyar
Brantas → bantras
Ulur → urul
Kelikir → kerikil
Sapu → apus
usap
3.
Diftongisasi
Diftongisasi
adalah proses perubahan vocal tunggal menjadi vokal rangkap secara berurutan.
Perubahan vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan dalam satu
kenyaringan. Jadi, masih dalam satu silabel. Misalnya:
Anggota → anggauta, bunyi [o] → [au]
Sentosa → sentausa, bunyi [o] → [au]
Teladan → tauladan, bunyi [e] → [au]
Topan → taupan, bunyi [o] → [au]
4.
Monoftongisasi
Monoftongisasi
adalah proses perubahan dua buah vokal atau gugus vokal menjadi sebuah vokal.
Proses ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia akibat dari ingin memudahkan
ucapan. Misalnya:
[ramay] diucapkan [rame]
[kalaw] diucapkan [kalo]
[satay] diucapkan [sate]
[pulau] diucapkan [pulo]
5.
Anaftiksis
Anaftiksis
adalah proses penambaha bunyi vokal di antara dua konsonan dalam sebuah kata;
atau penambahan sebuah konsonan pada sebuah kata tertentu. Kita mengenal adanya
tiga macam anaftiksis, yaitu:
-
Protesis
adalah proses penambahana bunyi pada awal kata. Misalnya:
Mas → emas
Mpu → empu
Tik → ketik
Lang → elang
-
Epintesis
adalah proses penambahan bunyi pada tengah kata. Misalnya:
Kapak → kampak
Sajak → sanjak
Upama → umpama
Beteng → benteng
-
Paragog
adalah proses penambahan bunyi pada posisi akhir kata. Misalnya:
Hulubalang → hulubalang
Inang → inang
Terima kasih, informasinya membantu saya :)
BalasHapus